12.12 SUPER SALE! DISKON 98%
Belajar Data Science Bersertifikat, 6 BULAN hanya Rp 100K!
0 Hari 16 Jam 56 Menit 2 Detik

3 Kesalahan yang Patut Diwaspadai dalam Analisis Data, Catat!

Belajar Data Science di Rumah 02-Juli-2025
https://dqlab.id/files/dqlab/cache/artikel-2023-11-02-162013_x_Thumbnail800.JPG

Analisis data diperlukan dalam pengambilan keputusan di berbagai bidang, baik bisnis, teknologi, maupun riset. Namun, sebanyak apapun data yang dikumpulkan dan seberapa canggih alat analisis yang digunakan, hasil akhirnya tetap bisa kurang akurat jika dilakukan dengan cara yang salah.

Untuk itu, penting bagi kamu yang sedang belajar atau bekerja di bidang data analyst untuk memahami kesalahan umum yang kerap terjadi. Berikut tiga kesalahan krusial yang sering terjadi dalam analisis data, lengkap dengan penjelasan dan cara menghindarinya.

1. Data Tidak Konsisten

Salah satu penyebab utama analisis data menjadi bias atau keliru karena data yang tidak konsisten. Inkonstistensi bisa muncul dalam berbagai bentuk, format tanggal yang berbeda, ejaan kategori yang tidak seragam, atau nilai kosong yang tidak ditangani dengan benar.

Misalnya, jika kamu sedang menganalisis data penjualan dari beberapa wilayah dan ada perbedaan penulisan nama kota seperti "Jakarta" vs "DKI Jakarta", maka hasil agregasi wilayah bisa jadi tidak akurat.

Konsistensi data sangat penting karena banyak proses analisis, terutama visualisasi dan pemodelan, bergantung pada keakuratan struktur data. Tanpa pembersihan dan standarisasi yang baik, hasil akhir bisa saja tidak sesuai.

Maka dari itu, tahap data cleaning tidak boleh dianggap remeh. Luangkan waktu untuk memahami struktur dataset dan terapkan validasi agar semua elemen data berada dalam format yang sama sebelum melanjutkan ke tahap berikutnya.

Baca juga: Bootcamp Data Analyst with Python & SQL

2. Tidak Memperhatikan Konteks

Data tidak bisa dibaca secara mentah tanpa memahami konteks di baliknya. Angka-angka dalam dataset memang terlihat objektif, tapi interpretasi yang salah bisa terjadi jika kamu tidak tahu latar belakangnya.

Misalnya, peningkatan trafik website mungkin terlihat positif, tapi jika ternyata itu terjadi karena serangan bot atau campaign gagal, maka kesimpulannya tentu berbeda. Sering kali, kesalahan terjadi karena analis hanya fokus pada angka dan grafik tanpa memahami industri, target pengguna, atau tujuan bisnis dari data tersebut.

Oleh karena itu, penting untuk bertanya: “Apa konteks di balik data ini?” dan “Apakah analisis saya menjawab pertanyaan bisnis yang relevan?” Memahami konteks membantu kamu menghasilkan insight yang benar-benar bernilai, bukan hanya laporan kosong yang sulit ditindaklanjuti.

3. Overfitting dan Underfitting

Dalam pemodelan data, terutama saat menggunakan machine learning atau statistik prediktif, dua kesalahan teknis yang sering muncul adalah overfitting dan underfitting.

Overfitting terjadi saat model terlalu menyesuaikan diri dengan data pelatihan, sampai-sampai menangkap noise atau detail tidak penting. Model semacam ini terlihat akurat saat diuji dengan data latih, tapi gagal saat dihadapkan pada data baru.

Sebaliknya, underfitting terjadi ketika model terlalu sederhana dan gagal menangkap pola penting dalam data. Biasanya, ini disebabkan oleh model yang kurang kompleks atau jumlah data pelatihan yang terlalu sedikit. Akibatnya, prediksi yang dihasilkan menjadi kurang akurat dan tidak berguna untuk pengambilan keputusan.

Untuk menghindari dua kesalahan ini, penting menerapkan metode validasi model seperti cross-validation dan selalu membagi data ke dalam set pelatihan dan pengujian. Selain itu, evaluasi performa model menggunakan metrik yang sesuai seperti RMSE, MAE, atau akurasi juga sangat membantu dalam menilai apakah model sudah cukup baik.

Baca juga: Data Analyst vs Data Scientist

Kesalahan dalam analisis data bukan hanya soal teknis, tapi juga soal cara berpikir. Data yang tidak konsisten bisa membuat hasilmu tidak akurat. Ketika konteks tidak dipahami, insight yang dihasilkan bisa jauh dari kebutuhan bisnis. Dan dalam pemodelan, overfitting serta underfitting bisa menjebakmu.

Untuk itu, memahami praktik terbaik dalam analisis data jadi bekal penting, apalagi kalau kamu ingin berkarier sebagai data analyst. Salah satu cara terbaik untuk memperkuat fondasi analitikmu adalah dengan menguasai Python dan SQL, dua tools utama yang dipakai hampir di semua industri saat ini.

Kamu bisa mulai belajar secara praktis dan terarah lewat Bootcamp Data Analyst with Python and SQL dari DQLab

Di bootcamp ini, kamu akan:

  • Belajar Python & SQL langsung dari studi kasus nyata

  • Memahami proses data wrangling, query, analisis, hingga visualisasi

  • Menghindari kesalahan umum dalam analisis data

  • Bangun portofolio dan raih sertifikat yang bisa kamu gunakan untuk karier data

Yuk mulai langkah belajarmu sekarang!

FAQ:

1. Bagaimana cara memastikan kita memahami konteks data dengan benar?

Tanyakan tujuan bisnis dari analisis yang dilakukan, siapa pengambil keputusan utamanya, dan apa yang ingin dicapai. Jangan hanya berfokus pada angka, tapi juga pada makna di balik angka tersebut.

2. Apa dampak dari overfitting dan underfitting?

Overfitting membuat model terlalu “cerdas” untuk data pelatihan tapi gagal memprediksi data baru. Underfitting sebaliknya, membuat model terlalu sederhana sehingga tak mampu menangkap pola penting dalam data.

3. Apakah tools seperti Python dan SQL bisa membantu mencegah kesalahan analisis?

Ya, Python dan SQL sangat powerful dalam mengolah, memvalidasi, dan menganalisis data secara sistematis. Tools ini memungkinkan proses yang lebih reproducible, scalable, dan minim kesalahan manual.


Postingan Terkait

Mulai Karier
sebagai Praktisi
Data Bersama
DQLab

Daftar sekarang dan ambil langkah
pertamamu untuk mengenal
Data Science.

Daftar Gratis & Mulai Belajar

Mulai perjalanan karier datamu bersama DQLab

Daftar dengan Google

Sudah punya akun? Kamu bisa Sign in disini