PAYDAY SUPER SALE!! DISKON 98%
Belajar Data Science Bersertifikat, 6 BULAN hanya Rp 100K!
1 Hari 0 Jam 17 Menit 11 Detik

Bagaimana Tren Machine Learning 2025 Berkontribusi pada Green AI?

Belajar Data Science di Rumah 09-September-2025
https://dqlab.id/files/dqlab/cache/longtail-selasa-07-2023-09-12-134753_x_Thumbnail800.jpg

Tahun 2025 menjadi titik penting dalam perkembangan Machine Learning (ML), tidak hanya karena kemampuannya yang semakin canggih, tetapi juga perannya dalam mendukung inisiatif ramah lingkungan atau Green AI. Tren ini hadir sebagai respons berupa kritik terhadap model AI berukuran besar yang menyerap energi dalam jumlah masif. Menurut laporan The Guardian, konsumsi listrik AI telah menyumbang kenaikan emisi Google hingga 51 persen dibanding tahun sebelumnya. Fakta ini memperlihatkan bahwa keberadaan AI bisa menjadi pedang bermata dua. Ia bisa memberi solusi, tetapi juga berisiko meningkatkan jejak karbon.

Munculnya Green AI kemudian menjadi konsep penting untuk mengimbangi potensi dampak negatif tersebut. Istilah ini merujuk pada praktik pengembangan model AI yang mempertimbangkan efisiensi energi, penggunaan sumber daya, dan keberlanjutan jangka panjang. Melansir Wall Street Journal, Google telah meluncurkan laporan yang menjelaskan konsumsi energi, air, dan emisi karbon per kueri AI agar pengguna memahami dampak lingkungan dari setiap interaksi dengan Gemini AI. Lalu, bagaimana tren machine learning dapat berkontribusi terhadap Green AI? Di manakah posisi machine learning dalam tatanan Green AI ini? Simak penjelasannya berikut sahabat DQLab!

1. Optimasi Model dan Infrastruktur Hemat Energi

Salah satu cara utama tren ML berkontribusi pada Green AI adalah melalui optimasi model. Teknik seperti pruning, quantization, dan knowledge distillation kini banyak digunakan untuk mengurangi kebutuhan komputasi tanpa mengorbankan akurasi model (Medium, 2025). Selain membuat proses pelatihan lebih cepat, strategi ini juga menghemat energi dan menekan emisi CO₂. Hal ini menunjukkan bahwa efisiensi kini menjadi metrik penting, bukan hanya performa prediktif semata.

Selain pendekatan algoritmik, efisiensi juga datang dari infrastruktur. Google misalnya, memperkenalkan TPU generasi terbaru “Trillium” yang 67% lebih hemat energi dibanding pendahulunya (AI Google, 2025). Pusat data juga mulai mengadopsi energi terbarukan dan sistem pendinginan cairan (liquid cooling) untuk menekan konsumsi listrik berlebih (Watchntell, 2025). Kombinasi inovasi hardware dan optimasi software inilah yang membuat tren Green AI semakin nyata pada 2025.


Baca Juga: Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner


2. AI sebagai Alat Mitigasi Lingkungan

Di sisi lain, AI juga dimanfaatkan langsung untuk mendukung keberlanjutan. Google telah merilis aplikasi seperti fuel-efficient routing pada Google Maps, program Green Light untuk mengoptimalkan lampu lalu lintas, hingga analisis potensi panel surya di atap rumah. Menurut laporan Google (2025), inisiatif tersebut membantu mengurangi sekitar 26 juta metrik ton CO₂e hanya dalam satu tahun. Ini membuktikan bahwa AI bisa menjadi solusi, bukan sekadar masalah bagi lingkungan.

Lebih jauh, potensi AI dalam mitigasi iklim ditargetkan mencapai penurunan emisi global hingga 1 gigaton per tahun pada 2030 (The Guardian, 2025). Dengan kemampuan analisis prediktif, AI dapat digunakan dalam perencanaan energi, monitoring kualitas udara, hingga optimalisasi pertanian ramah lingkungan. Seiring tren ML 2025 yang makin efisien, dampak positif AI terhadap upaya keberlanjutan bisa semakin besar.


3. Tantangan dan Masa Depan Green AI

Meski demikian, tantangan tetap ada. Studi terbaru dari Arxiv tahun 2025 menunjukkan adanya rebound effect: semakin efisien model dibuat, semakin banyak pula model besar dan kompleks yang dibangun. Akibatnya, total konsumsi energi global AI tetap meningkat meski setiap model secara individu lebih hemat. Hal ini menandakan bahwa Green AI bukan sekadar masalah teknis, tetapi juga membutuhkan regulasi dan kesadaran industri secara kolektif.

Selain itu, faktor siklus hidup (lifecycle impact) juga penting diperhitungkan. Dampak lingkungan tidak hanya datang dari penggunaan model, tetapi juga dari proses produksi hardware, rantai pasok, hingga limbah elektronik. Bahkan, pemilihan bahasa pemrograman turut memengaruhi efisiensi. Riset ArXiV menunjukkan C++ atau Java bisa 54 kali lebih hemat energi dibanding Python. Dengan memahami tantangan ini, masa depan Green AI akan lebih seimbang antara inovasi teknologi dan keberlanjutan lingkungan.


Baca Juga: Mengenal NLP, Salah Satu Produk Machine Learning


4. Federated Learning yang Lebih Ramah Lingkungan

Salah satu tren menarik dalam Machine Learning 2025 adalah penerapan Federated Learning (FL), yaitu metode pelatihan model secara terdistribusi tanpa perlu memusatkan data di satu server. Pendekatan ini pada awalnya banyak dipuji karena meningkatkan privasi dan keamanan data, khususnya dalam sektor kesehatan dan keuangan. Namun, riset dari ArXiV menunjukkan bahwa FL juga bisa menghasilkan jejak karbon tinggi akibat komunikasi intensif antar perangkat yang memakan energi. Dengan demikian, muncul kebutuhan untuk membuat versi yang lebih efisien, yaitu Green Federated Learning.

Konsep Green FL menekankan pada optimalisasi parameter pelatihan dan desain arsitektur agar konsumsi energi bisa ditekan tanpa mengorbankan performa model. Beberapa pendekatan yang digunakan termasuk pengurangan frekuensi sinkronisasi, pemilihan subset perangkat, hingga penggunaan algoritma kompresi data. Riset ArXiV tahun 2023 mengusulkan strategi ini dapat memangkas kebutuhan energi sekaligus mempercepat pelatihan. Dengan semakin berkembangnya Green FL di tahun 2025, tren ML menunjukkan bahwa privasi dan keberlanjutan bisa berjalan beriringan.

Secara keseluruhan, tren Machine Learning 2025 memperlihatkan perubahan paradigma signifikan ke arah Green AI. Dari optimasi algoritma, infrastruktur hemat energi, hingga pemanfaatan AI dalam mitigasi iklim, semua inovasi ini memperkuat peran AI sebagai bagian dari solusi lingkungan. Namun, tantangan seperti rebound effect dan dampak siklus hidup tetap menjadi isu yang harus diwaspadai.

Maka, keberhasilan Green AI bukan hanya ditentukan oleh seberapa efisien sebuah model bekerja, tetapi juga oleh transparansi, regulasi, dan kesadaran pengguna serta industri.


FAQ

1. Apa itu Green AI dan mengapa penting di tahun 2025?

Green AI adalah pendekatan dalam pengembangan kecerdasan buatan yang memperhatikan efisiensi energi, penggunaan sumber daya, serta dampak lingkungan secara keseluruhan. Penting karena konsumsi energi AI yang masif berpotensi meningkatkan emisi karbon. Misalnya, The Guardian (2025) melaporkan emisi Google naik 51% akibat lonjakan permintaan listrik untuk AI.

2. Bagaimana cara tren ML 2025 membantu mengurangi jejak karbon AI?

Tren ML tahun 2025 fokus pada teknik optimasi model seperti pruning, quantization, serta infrastruktur hemat energi seperti TPU “Trillium” milik Google yang 67% lebih efisien (AI Google, 2025). Selain itu, pusat data mulai beralih ke energi terbarukan dan pendinginan cairan untuk menekan konsumsi daya berlebih.

3. Apakah AI hanya menambah beban lingkungan atau bisa jadi solusi juga?

AI bisa menjadi solusi. Contohnya, program fuel-efficient routing dan Green Light milik Google membantu mengurangi jutaan ton emisi CO₂e (Google, 2025). Bahkan, proyeksi jangka panjang menargetkan AI mampu menurunkan emisi global hingga 1 gigaton per tahun pada 2030 (The Guardian, 2025).


Gimana sahabat DQ? Seru banget kan membahas soal machine learning beserta modelnya. Eits, kalau kamu masih bingung soal model machine learning, tenang aja. Yuk, segera ambil kesempatan untuk Sign Up dengan bergabung bersama DQLab! Disini kamu bisa banget belajar dengan modul berkualitas dan tools sesuai kebutuhan industri dari dasar hingga advanced meskipun kamu nggak punya background IT, lho. Dilengkapi studi kasus yang membantu para pemula belajar memecahkan masalah secara langsung dari berbagai industri.

Tidak cuma itu, DQLab juga sudah menerapkan metode pembelajaran HERO (Hands-On, Experiential Learning & Outcome-based) yang dirancang ramah untuk pemula, dan telah terbukti mencetak talenta unggulan yang sukses berkarier di bidang data. Jadi, mau tunggu apa lagi? Yuk, segera persiapkan diri dengan modul premium atau kamu juga bisa mengikuti Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner sekarang juga!


Penulis: Reyvan Maulid

Postingan Terkait

Mulai Karier
sebagai Praktisi
Data Bersama
DQLab

Daftar sekarang dan ambil langkah
pertamamu untuk mengenal
Data Science.

Daftar Gratis & Mulai Belajar

Mulai perjalanan karier datamu bersama DQLab

Daftar dengan Google

Sudah punya akun? Kamu bisa Sign in disini