PAYDAY SUPER SALE!! DISKON 98%
Belajar Data Science Bersertifikat, 6 BULAN hanya Rp 100K!
1 Hari 1 Jam 23 Menit 54 Detik

Elemen yang Harus Ada di Portfolio Data Scientist

Belajar Data Science di Rumah 25-Agustus-2025
https://dqlab.id/files/dqlab/cache/1e0a6abdf3df6a67c02442aec7091e80_x_Thumbnail800.jpeg

Siapa yang tidak tahu kalau di era digital ini, portfolio seorang data scientist kini menjadi sebuah syarat wajib sekaligus senjata utama untuk menunjukkan kemampuan analisis, storytelling dengan data, serta keterampilan teknis yang relevan dengan kebutuhan industri. Baik bagi para pemula maupun profesional yang ingin upgrade karir, portfolio menjadi “etalase” yang mempresentasikan nilai mereka di hadapan recruiter dan hiring manager. Menurut laporan dari IBM (2024), permintaan untuk data scientist diproyeksikan terus meningkat hingga 2030, sehingga memiliki portfolio yang kuat akan menjadi pembeda signifikan di pasar kerja yang kompetitif. Oleh karenanya, kali ini kita akan membedah elemen penting yang harus ada di dalam portfolio data scientist, terutama teknik-teknik analisis data yang memperlihatkan keahlian komprehensif!

1. Memahami Esensi Portfolio Data Scientist

Portfolio data scientist adalah kumpulan hasil kerja yang merepresentasikan kemampuan teknis, pemahaman bisnis, serta keterampilan komunikasi data dalam berbagai proyek nyata atau simulasi. Bagi Gen Z dan millennial yang akrab dengan konsep personal branding, portfolio bukan hanya sekadar dokumen, melainkan sebuah narasi digital yang memperlihatkan bagaimana seseorang mampu menjawab pertanyaan berbasis data. Universitas Harvard dalam salah satu publikasinya menyebut bahwa portfolio data menjadi salah satu cara paling efektif untuk menilai kesiapan praktis calon data scientist di luar sekadar nilai akademis.

Mengapa hal ini penting? Karena perusahaan tidak hanya mencari seseorang yang bisa menulis kode Python atau SQL, tetapi juga yang mampu mengubah data mentah menjadi insight yang berdampak pada keputusan bisnis. Sebuah portfolio yang lengkap memberi bukti konkret atas keterampilan tersebut.

Cara membuatnya bisa dimulai dengan memilih proyek-proyek yang relevan: analisis data publik, challenge dari Kaggle, atau studi kasus perusahaan. Hal yang perlu diperhatikan adalah konsistensi dokumentasi, mulai dari deskripsi masalah, metode analisis yang dipakai, visualisasi hasil, hingga interpretasi insight. Dengan begitu, portfolio bukan hanya sekadar kode, tetapi juga cerita yang menginspirasi.


2. Teknik Deskriptif: Fondasi Awal Analisis Data

Analisis deskriptif adalah tahap paling dasar dalam data science, yang berfungsi untuk memahami karakteristik umum sebuah dataset. Teknik ini menjawab pertanyaan sederhana seperti “apa yang sedang terjadi” dengan menampilkan ringkasan data melalui statistik deskriptif, tabel, dan visualisasi.

Pentingnya teknik ini ada pada kemampuannya memberikan gambaran awal kondisi data. Misalnya, seorang data scientist yang menganalisis tren penjualan e-commerce bisa memulai dengan rata-rata pembelian per pelanggan, distribusi usia konsumen, atau pola transaksi bulanan. Menurut buku Data Science for Business karya Provost & Fawcett (2013), tahap deskriptif sangat krusial karena menjadi pijakan untuk tahap analisis lebih lanjut.

Untuk mempraktikkannya, gunakan Python dengan library Pandas dan Matplotlib untuk membuat ringkasan dan visualisasi. Hal yang perlu diperhatikan adalah kebersihan data (data cleaning), karena kesalahan kecil dalam input bisa menghasilkan interpretasi yang bias. Dengan menampilkan analisis deskriptif yang rapi, portfolio akan memperlihatkan bahwa kandidat paham betul dasar-dasar analisis sebelum melangkah ke level lebih kompleks.


Baca juga: Contoh Implementasi Data Science dalam Keseharian


3. Analisis Prediktif: Menjelajahi Masa Depan dengan Model

Analisis prediktif menggunakan machine learning untuk memperkirakan hasil di masa depan berdasarkan data historis. Teknik ini biasanya ditampilkan dalam bentuk model regresi, decision tree, atau algoritma lain yang sesuai dengan masalah bisnis.

Mengapa penting? Karena perusahaan sangat menghargai kandidat yang tidak hanya bisa membaca data masa lalu, tetapi juga memproyeksikan masa depan. Misalnya, model prediksi churn pelanggan pada perusahaan telekomunikasi bisa menghemat biaya retensi yang signifikan. McKinsey (2023) melaporkan bahwa perusahaan yang menerapkan predictive analytics dapat meningkatkan profitabilitas hingga 15% lebih tinggi dibanding pesaingnya.

Cara mempraktikkannya di portfolio adalah dengan mengambil dataset terbuka, misalnya dari Kaggle, lalu membangun model prediksi dengan Python (Scikit-learn, TensorFlow, atau PyTorch). Penting untuk menekankan evaluation metrics seperti akurasi, precision, recall, atau RMSE untuk menunjukkan pemahaman tentang performa model. Hal yang sering luput diperhatikan adalah risiko overfitting, model terlihat bagus pada data latih, tetapi gagal pada data baru. Menyertakan strategi validasi seperti cross-validation akan menunjukkan tingkat kematangan analisis.


4. Analisis Diagnostik: Menggali Penyebab di Balik Data

Jika analisis deskriptif menjawab “apa yang terjadi” dan prediktif menjawab “apa yang mungkin terjadi”, maka analisis diagnostik fokus pada “mengapa hal itu terjadi”. Teknik ini penting untuk mengidentifikasi faktor penyebab suatu fenomena, misalnya mengapa tingkat penjualan turun di bulan tertentu.

Relevansinya dalam portfolio adalah menunjukkan kemampuan problem-solving berbasis data. Misalnya, seorang data scientist bisa menggunakan metode analisis korelasi atau causal inference untuk menguji hipotesis bisnis. Journal of Data Science (2021) menekankan bahwa analisis diagnostik membantu perusahaan menemukan akar masalah dan bukan hanya gejala permukaan.

Cara menampilkannya bisa berupa studi kasus: mengeksplorasi hubungan antara kampanye iklan digital dengan konversi pelanggan. Perhatian khusus perlu diberikan pada multikolinearitas atau variabel confounding yang bisa menyesatkan interpretasi. Dengan begitu, portfolio akan memperlihatkan ketelitian kandidat dalam menganalisis faktor penyebab, bukan sekadar hasil akhir.


Baca juga: 4 Contoh Portfolio Data Scientist yang Luar Biasa


5. Analisis Preskriptif: Memberi Rekomendasi Berbasis Data

Analisis preskriptif adalah level tertinggi dari teknik analisis data yang bertujuan memberikan rekomendasi konkret tentang apa yang harus dilakukan. Jika prediktif memproyeksikan masa depan, maka preskriptif menyarankan aksi terbaik berdasarkan data yang ada.

Pentingnya teknik ini terletak pada relevansinya dengan dunia bisnis nyata. Contohnya, dalam manajemen rantai pasok, analisis preskriptif bisa membantu menentukan strategi distribusi optimal untuk menekan biaya logistik. Menurut Gartner (2024), perusahaan yang mengadopsi prescriptive analytics dapat mempercepat pengambilan keputusan hingga 30% lebih efisien.

Dalam portfolio, preskriptif bisa ditampilkan melalui proyek optimasi dengan algoritma linear programming atau simulasi skenario. Hal yang perlu diperhatikan adalah transparansi rekomendasi: bukan hanya menyebut solusi, tetapi juga menjelaskan mengapa solusi tersebut dipilih dan apa konsekuensinya. Dengan begitu, portfolio tidak hanya menunjukkan kemampuan teknis, tetapi juga kedalaman pemikiran strategis.


6. Menghubungkan Teknik Analisis dengan Storytelling Data

Satu hal yang sering diabaikan oleh banyak calon data scientist adalah storytelling data. Padahal, kemampuan menjelaskan hasil analisis dalam narasi yang mudah dipahami menjadi kunci. Menurut Harvard Business Review (2020), data storytelling adalah jembatan antara analisis teknis dan pemahaman bisnis.

Portfolio yang baik tidak hanya menampilkan notebook Python penuh kode, tetapi juga menjelaskan alur analisis dalam bahasa sederhana, didukung visualisasi yang intuitif. Hal ini membuat recruiter atau decision maker yang tidak memiliki latar belakang teknis tetap bisa memahami nilai dari analisis yang dilakukan. Dengan demikian, storytelling memperkuat relevansi teknik analisis yang ditampilkan.


FAQ

Q: Apakah portfolio data scientist harus selalu berisi proyek real-life?

A: Tidak harus. Proyek simulasi atau challenge online juga relevan, asalkan ditata dengan baik dan menunjukkan keterampilan analisis.

Q: Apakah perlu memasukkan visualisasi data di portfolio?

A: Sangat perlu. Visualisasi membantu memperjelas insight dan menunjukkan kemampuan komunikasi data.

Q: Bagaimana cara membuat portfolio lebih menonjol dibanding kandidat lain?

A: Fokus pada storytelling, dokumentasi lengkap, dan pilih proyek yang relevan dengan tren industri terkini.


Jadi bagaimana? Kamu tertarik untuk menjadi profesional dibidang Data Science khususnya untuk dalam industri teknologi di tahun 2025 ini? Yuk, segera Sign Up ke DQLab! Disini kamu bisa belajar dengan modul berkualitas dan tools sesuai kebutuhan industri dari dasar hingga advanced meskipun kamu tidak punya background IT, lho! Dilengkapi studi kasus yang membantu para pemula belajar memecahkan masalah secara langsung dari berbagai industri.

Tidak cuma itu, DQLab juga sudah menerapkan metode pembelajaran HERO (Hands-On, Experiential Learning & Outcome-based) yang dirancang ramah untuk pemula, dan telah terbukti mencetak talenta unggulan yang sukses berkarier di bidang data. Jadi, mau tunggu apa lagi? Segera persiapkan diri dengan modul premium atau kamu juga bisa join Beasiswa Belajar Data Science Gratis 1 Bulan sekarang juga!


Penulis: Lisya Zuliasyari

Postingan Terkait

Mulai Karier
sebagai Praktisi
Data Bersama
DQLab

Daftar sekarang dan ambil langkah
pertamamu untuk mengenal
Data Science.

Daftar Gratis & Mulai Belajar

Mulai perjalanan karier datamu bersama DQLab

Daftar dengan Google

Sudah punya akun? Kamu bisa Sign in disini