Pendekatan Ensemble dalam Machine Learning
Dalam beberapa tahun terakhir, ensemble learning atau boosting telah menjadi salah satu pendekatan paling menjanjikan dalam analisis data menggunakan teknik machine learning. Metode ini didasarkan pada prinsip menghasilkan banyak prediksi dan melakukan voting rata-rata diantara classifier individu.
Menurut penelitian dari Institute for Medical Biometry, Jerman, kesuksesan algoritma boosting dapat dijelaskan oleh beberapa faktor utama, yaitu kemampuan algoritma machine learning boosting untuk melakukan seleksi variabel otomatis dan pemilihan model selama proses fitting. Fleksibilitas dalam menyertakan berbagai jenis efek prediktor dalam model akhir.
Stabilitas algoritma ini dalam menangani data berdimensi tinggi dengan banyak variabel kandidat dibandingkan jumlah observasi, di mana metode estimasi regresi konvensional sering kali gagal. Dalam artikel ini, kita akan membandingkan dua algoritma boosting pada machine learning yang populer yaitu AdaBoost dan Gradient Boosting.
1. Pendekatan Terhadap Kesalahan dalam Prediksi
AdaBoost dan Gradient Boosting memiliki cara berbeda dalam menangani kesalahan prediksi. AdaBoost fokus pada data yang salah diprediksi dengan memberikan bobot lebih besar pada observasi tersebut di iterasi berikutnya. Dengan demikian, model berikutnya lebih diarahkan untuk memperbaiki kesalahan yang terjadi sebelumnya.
Di sisi lain, Gradient Boosting mengidentifikasi kesalahan berdasarkan residuals, selisih antara nilai prediksi dan nilai aktual. Pendekatan ini lebih matematis dan secara langsung mengoptimalkan fungsi loss untuk mengurangi kesalahan iterasi demi iterasi.
Pendekatan berbasis residual pada Gradient Boosting memungkinkan penyesuaian yang lebih presisi terhadap kesalahan, sementara pendekatan berbasis bobot pada AdaBoost lebih intuitif namun cenderung sensitif terhadap outliers.
Baca juga : Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner
2. Fleksibilitas dalam Fungsi Loss
AdaBoost menggunakan fungsi loss eksponensial untuk meminimalkan kesalahan klasifikasi. Namun, fungsi ini membuat algoritma sangat sensitif terhadap outliers, sehingga outliers yang tidak biasa dapat memengaruhi hasil secara signifikan.
Sementara, Gradient Boosting lebih fleksibel karena dapat menggunakan berbagai fungsi loss yang dapat didiferensialkan, seperti mean squared error untuk regresi atau log loss untuk klasifikasi. Fleksibilitas ini membuat Gradient Boosting lebih cocok untuk berbagai jenis masalah, baik klasifikasi maupun regresi, sementara AdaBoost lebih terbatas pada masalah klasifikasi dengan sensitivitas terhadap data tertentu.
3. Kesesuaian dengan Jenis Data
AdaBoost dirancang terutama untuk klasifikasi biner dengan weak learners seperti decision stumps. Gradient Boosting dapat menangani baik masalah klasifikasi maupun regresi, berkat kemampuan untuk menyesuaikan fungsi loss sesuai kebutuhan masalah.
Dari kedua perbandingan ini, Gradient Boosting memberikan solusi yang lebih universal dibandingkan AdaBoost, menjadikannya pilihan yang lebih baik untuk data yang kompleks atau masalah yang memerlukan fleksibilitas tinggi.
4. Sensitivitas terhadap Outliers
AdaBoost lebih rentan terhadap outliers karena bobot yang diberikan pada data sulit terus meningkat di setiap iterasi. Jika ada outliers yang signifikan, mereka dapat mendominasi proses pembelajaran. Gradient Boosting lebih tahan terhadap outliers karena menggunakan pendekatan residual yang mempertimbangkan distribusi keseluruhan kesalahan, bukan hanya data yang salah. Robustness Gradient Boosting terhadap outliers membuatnya lebih andal untuk data dengan distribusi yang tidak biasa atau memiliki noise tinggi.
Baca juga : Yuk Kenali Macam-Macam Algoritma Machine Learning!
5. Proses Optimasi dan Kinerja Model
AdaBoost bekerja dengan menyesuaikan bobot observasi secara iteratif berdasarkan performa model pada iterasi sebelumnya. Pendekatannya sederhana namun efektif untuk meningkatkan kinerja weak learners. Gradient Boosting bekerja dengan pendekatan optimasi berbasis fungsi di ruang model, yang melibatkan penyesuaian model secara matematis untuk meminimalkan kesalahan.
Proses optimasi Gradient Boosting yang lebih kompleks memungkinkan model ini mencapai performa yang lebih tinggi, terutama untuk data berstruktur kompleks. Namun, Gradient Boosting juga lebih memerlukan tuning hyperparameter yang tepat untuk menghindari overfitting.
Kelima poin ini menunjukkan bahwa meskipun AdaBoost dan Gradient Boosting memiliki tujuan yang sama yakni meningkatkan kinerja base-learners, pendekatan, fleksibilitas, dan sensitivitasnya berbeda, membuat masing-masing algoritma memiliki keunggulan dan kekurangan unik.
Tertarik untuk menguasai bidang Machine Learning dan mengembangkan portofolio data yang berkualitas? Yuk, segera Sign Up ke DQLab! Disini kamu bisa banget belajar dengan modul berkualitas dan tools sesuai kebutuhan industri dari dasar hingga advanced meskipun kamu nggak punya background IT, lho. Dilengkapi studi kasus yang membantu para pemula belajar memecahkan masalah secara langsung dari berbagai industri.
Tidak cuma itu, DQLab juga sudah menerapkan metode pembelajaran HERO (Hands-On, Experiential Learning & Outcome-based) yang dirancang ramah untuk pemula, dan telah terbukti mencetak talenta unggulan yang sukses berkarier di bidang data. Jadi, mau tunggu apa lagi? Yuk, segera persiapkan diri dengan modul premium atau kamu juga bisa mengikuti Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner sekarang juga!
Penulis: Reyvan Maulid