Tools dan Software Terpopuler 2025: Panduan Lengkap Karier Data Science
Bayangkan kamu punya tumpukan data mentah seperti sekardus puzzle tanpa gambar di kotaknya. Pusing, kan? Nah, tools dan software di dunia data science adalah “petunjuk gambar” sekaligus “alat bongkar pasang” yang bikin puzzle itu jadi jelas dan rapi.
Menurut Harvard John A. Paulson School of Engineering and Applied Sciences, data science bukan hanya soal algoritma dan coding, tapi juga seni menggabungkan teknik analitik dengan alat yang tepat untuk menemukan pola dan cerita di balik data.
Kalau kamu Gen Z yang penasaran, millennial yang ingin career switch, atau profesional yang mau naik level, menguasai tools ini bukan cuma soal teknis, ini soal membekali diri dengan bahasa yang dipakai industri untuk “bicara” dengan data!
1. Pandas & Python: Jantung Manipulasi Data
Pernah nggak, kamu dapat file Excel dengan ribuan baris data acak? Di sinilah Python dan Pandas jadi pahlawan. Menurut GeeksforGeeks, Pandas adalah “open-source Python library for data manipulation and analysis” yang memudahkan kita mengolah data dengan cepat dan efisien.
Kenapa penting? Akriti Thakur dalam jurnal IRJMETS menjelaskan bahwa Pandas memberikan high-level syntax yang memudahkan manajemen, pemfilteran, dan pengolahan data besar “dengan cara yang menyenangkan”. Artinya, kita bisa fokus ke insight, bukan sibuk scrolling mencari baris data yang nyeleneh.
Cara pakainya pun straightforward: kamu tinggal import Pandas, baca file CSV, bersihkan data, lalu mulai eksplorasi. McKinney, pencipta Pandas, pernah mengingatkan bahwa library ini punya keterbatasan untuk dataset super besar karena penggunaan memori tinggi, dan menyarankan alternatif seperti Apache Arrow untuk optimasi.
2. Scikit-learn: Pelatih Mesin yang Andal
Kalau Pandas ibarat dapur tempat kamu siapkan bahan masakan, Scikit-learn adalah chef yang memasaknya jadi hidangan jadi. Menurut publikasi arXiv, Scikit-learn dirancang “to be simple and efficient, accessible to non-experts, and reusable in various contexts”.
Kenapa ini krusial? Karena di dunia kerja, kecepatan membangun model prediksi bisa jadi pembeda antara proyek yang selesai atau tenggelam di meja rapat. Wikipedia mencatat bahwa Scikit-learn menawarkan algoritma klasik seperti regresi linear, decision tree, hingga clustering, dengan API yang konsisten dan mudah diingat.
Pengguna cukup fit model dengan data, lalu predict. Pipeline-nya membuat semua proses dari pembersihan data hingga evaluasi model bisa dikelola rapi. Tapi, seperti kata banyak praktisi, Scikit-learn kurang cocok untuk deep learning atau dataset miliaran baris, disitu TensorFlow atau PyTorch lebih unggul.
3. Matplotlib & Tableau: Seni Bercerita Lewat Data
Data tanpa visualisasi itu ibarat novel tanpa ilustrasi, pesannya bisa sampai, tapi rasanya kurang. Menurut dokumentasi Matplotlib, library ini adalah “a comprehensive library for creating static, animated, and interactive visualizations in Python” yang menjadi standar de facto di riset akademik.
Sementara itu, Tableau memberikan pengalaman drag-and-drop untuk membangun dashboard interaktif yang langsung bisa “bicara” dengan stakeholder non-teknis. LinkedIn Learning menyebut Tableau sebagai salah satu essential tools di industri data untuk mempresentasikan insight secara visual dan mudah dicerna.
Matplotlib fleksibel dan cocok untuk eksperimen, sedangkan Tableau unggul saat hasilnya harus “dijual” ke manajemen. Kekurangannya? Matplotlib butuh sentuhan estetika ekstra, Tableau butuh lisensi.
Baca juga: 4 Contoh Portfolio Data Scientist yang Luar Biasa
4. KNIME: Analisis Tanpa Coding Panjang
Tidak semua orang nyaman menatap layar penuh kode. Oleh karenanya, ada solusi dengan KNIME yang merupakan platform open-source untuk visual workflow yang menggabungkan machine learning, data mining, dan ETL tanpa perlu mengetik ribuan baris script.
KNIME cocok untuk prototyping cepat atau untuk profesional non-teknis yang ingin mengolah data dengan hasil yang langsung terlihat. Tinggal drag-and-drop node, sambungkan, dan jalankan, mirip main puzzle tapi hasilnya laporan bisnis.
5. DVC (Data Version Control): Penjaga Riwayat Data
Pernah nggak, setelah update model, performanya malah turun? Lalu bingung, versi data yang kemarin disimpan di mana? Nah, DVC hadir untuk masalah ini. Menurut dokumentasinya, DVC bekerja mirip Git, tapi khusus untuk melacak versi data dan model tanpa membebani repository dengan file besa.
Buat tim data, ini berarti semua eksperimen bisa direproduksi, bahkan bertahun-tahun kemudian. Tantangannya, perlu integrasi dengan penyimpanan eksternal seperti AWS S3 atau Google Cloud Storage.
Baca juga: Contoh Implementasi Data Science dalam Keseharian
6. Google Cloud AI Agents: Otomasi Masa Depan
Google baru-baru ini meluncurkan AI Agents untuk membantu data engineer dan data scientist dalam tugas seperti feature engineering dan analisis eksploratif. Menurut TechRadar, fitur ini dirancang “to automate complex workflows and enable businesses to extract insights faster”. Meskipun masih baru, teknologi ini bisa jadi game changer. Tapi, seperti semua layanan cloud, biayanya harus dipantau.
FAQ
Q: Tools mana yang paling ramah untuk pemula?
A: Menurut GeeksforGeeks, Pandas adalah titik awal terbaik karena mudah dipelajari dan langsung aplikatif untuk analisis data sehari-hari.
Q: Apakah Scikit-learn cukup untuk kebutuhan industri?
A: Ya, seperti dicatat Wikipedia, Scikit-learn digunakan di berbagai sektor, mulai dari keuangan hingga e-commerce, karena kestabilannya dan komunitas yang besar.
Q: Apakah perlu mempelajari semua tools ini sekaligus?
A: Tidak. Mulailah dari fondasi (Python, Pandas, Matplotlib), lalu bertahap belajar yang lain sesuai kebutuhan pekerjaan atau proyek.
Tertarik untuk menjadi profesional dibidang Data Science khususnya untuk dalam industri teknologi di tahun 2025 ini? Yuk, segera Sign Up ke DQLab! Disini kamu bisa belajar dengan modul berkualitas dan tools sesuai kebutuhan industri dari dasar hingga advanced meskipun kamu tidak punya background IT, lho! Dilengkapi studi kasus yang membantu para pemula belajar memecahkan masalah secara langsung dari berbagai industri.
Tidak cuma itu, DQLab juga sudah menerapkan metode pembelajaran HERO (Hands-On, Experiential Learning & Outcome-based) yang dirancang ramah untuk pemula, dan telah terbukti mencetak talenta unggulan yang sukses berkarier di bidang data. Jadi, mau tunggu apa lagi? Segera persiapkan diri dengan modul premium atau kamu juga bisa join Beasiswa Belajar Data Science Gratis 1 Bulan sekarang juga!
Penulis: Lisya Zuliasyari
Postingan Terkait
Menangkan Kompetisi Bisnis dengan Machine Learning
Mulai Karier
sebagai Praktisi
Data Bersama
DQLab
Daftar sekarang dan ambil langkah
pertamamu untuk mengenal
Data Science.

Daftar Gratis & Mulai Belajar
Mulai perjalanan karier datamu bersama DQLab
Sudah punya akun? Kamu bisa Sign in disini
