12.12 SUPER SALE! DISKON 98%
Belajar Data Science Bersertifikat, 6 BULAN hanya Rp 100K!
0 Hari 2 Jam 38 Menit 43 Detik

Bangun Masa Depan dengan Teknologi Machine Learning

Belajar Data Science di Rumah 10-Oktober-2023
https://dqlab.id/files/dqlab/cache/2-longtail-senin-07-2023-10-12-083251_x_thumbnail800-2025-02-15-213954_x_Thumbnail800.jpg

Mengawali tahun 2025, tren machine learning (ML) mengalami perkembangan pesat, terutama dengan munculnya Large Language Models (LLMs) yang mendukung generative AI (GenAI). Namun, seiring meningkatnya kebutuhan akan solusi yang lebih efisien dan berkelanjutan, tren terbaru menunjukkan pergeseran dari LLMs ke Small Language Models (SLMs).


Melansir MobiDev, LLMs adalah model AI berukuran besar yang dilatih dengan miliaran hingga triliunan parameter untuk memahami dan menghasilkan teks secara canggih. Model ini memungkinkan aplikasi seperti ChatGPT dan Bard untuk menghasilkan respons yang lebih kontekstual dan alami, tetapi di sisi lain memerlukan sumber daya komputasi yang sangat besar.


Perubahan ini tidak hanya didorong oleh keterbatasan teknis LLMs yang membutuhkan sumber daya komputasi besar, tetapi juga oleh keinginan untuk meningkatkan aksesibilitas dan transparansi dalam penerapan AI. Berikut ini adalah bagaimana SLMs menjadi masa depan Machine Learning serta bagaimana implementasinya dalam berbagai sektor.


1. Mengapa Beralih dari LLMs ke SLMs?

Dalam beberapa tahun terakhir, Large Language Models (LLMs) seperti GPT-4 dan ChatGPT telah menjadi simbol kemajuan dalam kecerdasan buatan. Model-model ini mampu menghasilkan teks yang kompleks, memahami konteks percakapan, hingga menciptakan konten multimedia berbasis AI. Namun, seiring dengan pesatnya perkembangan ini, muncul tantangan besar yang perlu kamu pertimbangkan.


Salah satunya adalah kebutuhan sumber daya yang sangat tinggi. Sebuah penelitian dari University of Washington bahkan mengungkap bahwa penggunaan harian ChatGPT bisa menyamai konsumsi energi 33.000 rumah tangga di Amerika Serikat. Selain itu, biaya pelatihan dan operasional LLMs sangat mahal, membuatnya sulit diakses oleh banyak individu dan organisasi kecil yang ingin mengadopsi teknologi AI.


Sebagai alternatif, Small Language Models (SLMs) hadir dengan solusi yang lebih efisien dan hemat biaya. SLMs dirancang agar lebih ringan namun tetap memiliki performa optimal untuk tugas-tugas spesifik. Dengan jumlah parameter yang lebih sedikit, model ini bisa berjalan di perangkat dengan daya komputasi terbatas, seperti ponsel, laptop, atau bahkan perangkat IoT.


Hal ini membuka peluang besar bagi bisnis kecil, startup, hingga akademisi untuk mengembangkan AI tanpa harus bergantung pada infrastruktur mahal milik raksasa teknologi. Lebih dari itu, SLMs memungkinkan penerapan AI yang lebih berkelanjutan, mengurangi jejak karbon, dan memperluas aksesibilitas teknologi bagi lebih banyak orang.


Baca Juga: Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner


2. Contoh Penerapan SLMs

Kamu mungkin bertanya-tanya, apakah model yang lebih kecil ini benar-benar bisa menggantikan peran LLMs? Jawabannya terletak pada bagaimana SLMs dioptimalkan untuk berbagai skenario. Salah satu contoh yang menarik adalah Qwen, model bahasa ringan yang dirancang untuk berjalan di perangkat dengan daya pemrosesan terbatas.


Dengan pendekatan ini, AI dapat diintegrasikan langsung ke dalam aplikasi mobile dan perangkat IoT tanpa memerlukan server eksternal yang mahal. Hal ini sangat bermanfaat untuk industri yang membutuhkan respons cepat dan efisien, seperti layanan pelanggan berbasis chatbot atau sistem navigasi cerdas di kendaraan otonom.


Selain itu, model seperti Pythia telah dirancang dengan fleksibilitas tinggi untuk riset dan pengembangan dalam bidang Natural Language Processing (NLP). Dengan arsitektur modularnya, Pythia memungkinkan peneliti menyesuaikan model sesuai kebutuhan spesifik mereka, baik itu untuk analisis sentimen, penerjemahan bahasa, atau bahkan pengenalan suara.


Dengan kata lain, SLMs bukan hanya sekadar alternatif bagi LLMs, tetapi juga membuka kemungkinan baru dalam inovasi AI yang lebih spesifik dan dapat disesuaikan. Keunggulan ini membuat SLMs semakin relevan di berbagai industri, dari e-commerce hingga perawatan kesehatan, yang membutuhkan solusi AI yang lebih cepat, ringan, dan efisien.


3. Menakar LLMs vs SLMS dari Efisiensi Machine Learning

Saat berbicara tentang efisiensi dalam machine learning, salah satu faktor utama yang perlu kamu pertimbangkan adalah keseimbangan antara daya komputasi, biaya, dan output yang dihasilkan. LLMs memang mampu menangani tugas-tugas kompleks dengan akurasi tinggi, tetapi hal itu datang dengan konsekuensi besar: kebutuhan infrastruktur server yang mahal dan konsumsi energi yang tinggi. Ini menjadi tantangan bagi perusahaan yang ingin mengadopsi AI tetapi memiliki keterbatasan sumber daya.


Selain itu, kompleksitas LLMs sering kali menyebabkan model ini sulit dipahami, bahkan oleh para pengembang yang menciptakannya. Fenomena "black box" ini membuatnya kurang transparan dalam proses pengambilan keputusan, sehingga dapat menimbulkan kekhawatiran dalam aspek etika dan kepercayaan terhadap AI.


Sebaliknya, SLMs menawarkan pendekatan yang lebih hemat dan transparan. Dengan jumlah parameter yang lebih kecil, model ini lebih mudah dipantau dan disesuaikan sesuai kebutuhan. Selain itu, beberapa penelitian menunjukkan bahwa SLMs yang dilatih pada dataset berkualitas tinggi dapat menghasilkan performa yang setara, atau bahkan lebih baik, dibandingkan LLMs yang bergantung pada jumlah parameter besar tetapi dengan data yang kurang optimal.


Efisiensi dalam konsumsi daya dan fleksibilitas dalam implementasi membuat SLMs lebih cocok untuk berbagai skenario, terutama dalam pengembangan AI berbasis edge computing dan aplikasi mobile. Dengan kata lain, SLMs tidak hanya memberikan solusi yang lebih murah dan ramah lingkungan, tetapi juga menciptakan model AI yang lebih dapat dipercaya dan dipahami oleh penggunanya.


Baca Juga: Mengenal NLP, Salah Satu Produk Machine Learning


4. Bagaimana Menerapkan Tren Ini?

Jika kamu ingin mulai beralih ke SLMs, langkah pertama yang perlu kamu lakukan adalah mengidentifikasi keterbatasan sumber daya dan waktu dalam proyek atau bisnis yang sedang kamu jalankan. Apakah kamu memiliki anggaran terbatas? Apakah sistem yang kamu gunakan perlu bekerja secara real-time di perangkat dengan spesifikasi rendah? Dengan memahami kebutuhan spesifik ini, kamu bisa memilih model yang paling sesuai untuk diterapkan. Misalnya, jika kamu membutuhkan AI yang bisa bekerja langsung di perangkat mobile tanpa bergantung pada cloud, maka memilih SLM yang dioptimalkan untuk edge computing adalah keputusan yang tepat.


Setelah itu, pilih model SLM yang paling sesuai dengan kebutuhanmu dan lakukan pelatihan model dengan dataset yang relevan. Pastikan kamu juga melakukan analisis untuk mengidentifikasi potensi "hallucination" atau kesalahan dalam prediksi model. Langkah terakhir adalah menerapkan model ini ke dalam sistem yang kamu gunakan dan terus melakukan optimasi seiring dengan berjalannya waktu. Dengan pendekatan yang tepat, kamu tidak hanya bisa menghemat biaya dan energi, tetapi juga mendapatkan solusi AI yang lebih ringan, fleksibel, dan mudah diandalkan. Dengan tren AI yang semakin berkembang, beradaptasi dengan teknologi SLMs bisa menjadi langkah strategis yang akan memberimu keunggulan kompetitif di masa depan.


Tren pergeseran dari LLMs ke SLMs menjadi langkah penting dalam evolusi machine learning. Dengan solusi yang lebih hemat biaya, efisien, dan transparan, SLMs memungkinkan lebih banyak industri dan komunitas untuk mengadopsi teknologi AI tanpa ketergantungan pada infrastruktur yang mahal.


Di tahun-tahun mendatang, kita akan melihat semakin banyak inovasi berbasis SLMs yang mendukung perkembangan edge computing, keamanan data, dan keterbukaan AI. Seiring dengan itu, organisasi yang mampu beradaptasi dengan tren ini akan mendapatkan keunggulan kompetitif dalam dunia yang semakin terdigitalisasi.


FAQ

1. Apa perbedaan utama antara LLMs dan SLMs?

LLMs (Large Language Models) memiliki miliaran parameter dan memerlukan sumber daya komputasi besar, sementara SLMs (Small Language Models) lebih ringan, hemat daya, dan dapat berjalan di perangkat dengan spesifikasi lebih rendah seperti smartphone atau IoT.


2. Apa keuntungan utama menggunakan SLMs dibandingkan LLMs?

SLMs lebih hemat biaya, mendukung edge computing tanpa ketergantungan pada server eksternal, dan lebih transparan dalam proses pengambilan keputusan dibandingkan LLMs yang sering kali beroperasi sebagai "kotak hitam".


3. Bagaimana cara memilih model SLM yang tepat untuk proyek saya?

Pilih model berdasarkan kebutuhan spesifik, seperti Qwen untuk aplikasi mobile atau Pythia untuk riset NLP. Pertimbangkan keterbatasan sumber daya dan tujuan penggunaan sebelum menerapkannya.


Ingin belajar machine learning anti pening? Gausah buang-buang waktu lagi. Yuk, segera ambil kesempatan untuk Sign Up dengan bergabung bersama DQLab! Disini kamu bisa banget belajar dengan modul berkualitas dan tools sesuai kebutuhan industri dari dasar hingga advanced meskipun kamu nggak punya background IT, lho. Dilengkapi studi kasus yang membantu para pemula belajar memecahkan masalah secara langsung dari berbagai industri.


Tidak cuma itu, DQLab juga sudah menerapkan metode pembelajaran HERO (Hands-On, Experiential Learning & Outcome-based) yang dirancang ramah untuk pemula, dan telah terbukti mencetak talenta unggulan yang sukses berkarier di bidang data. Jadi, mau tunggu apa lagi? Yuk, segera persiapkan diri dengan modul premium atau kamu juga bisa mengikuti Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner sekarang juga!


Penulis: Reyvan Maulid

Postingan Terkait

Mulai Karier
sebagai Praktisi
Data Bersama
DQLab

Daftar sekarang dan ambil langkah
pertamamu untuk mengenal
Data Science.

Daftar Gratis & Mulai Belajar

Mulai perjalanan karier datamu bersama DQLab

Daftar dengan Google

Sudah punya akun? Kamu bisa Sign in disini