Era Data 2025: Mengapa GenAI Jadi Skill Paling Dicari Perusahaan?
Di era digital ini, Generative AI atau GenAI bukan lagi sekadar “tren” yang hanya jadi bahan obrolan di media sosial. Teknologi yang satu ini sudah menjadi bagian nyata dari cara kita bekerja, belajar, dan berkarya. Bayangkan, sebuah teknologi yang bisa membantu menulis laporan dalam hitungan menit, menghasilkan desain kreatif hanya dari deskripsi singkat, atau bahkan merancang strategi bisnis dengan simulasi data yang kompleks.
Bagi Gen Z dan milenial memahami GenAI kini ibarat salah satu kunci yang membuka banyak pintu dan peluang karir masa depan. Oleh sebab itu, supaya kamu tidak ketinggalan informasi, mari kita bahas tuntas mengapa GenAI jadi skill yang penting di era data?
1. Apa Itu GenAI?
Generative AI, atau sering disingkat GenAI, adalah cabang kecerdasan buatan yang mampu menciptakan sesuatu yang baru, mulai dari teks, gambar, musik, hingga kode program berdasarkan pola dari data yang dilatih. Kalau AI tradisional ibarat “penasihat” yang menganalisis data untuk memberi rekomendasi, GenAI lebih mirip “partner kreatif” yang bisa ikut membangun sesuatu dari nol.
Contoh nyata bisa dilihat dari model populer seperti ChatGPT yang bisa menjawab pertanyaan dengan gaya percakapan alami, DALL·E dan Stable Diffusion yang bisa membuat ilustrasi hanya dari deskripsi teks, atau aplikasi musik berbasis AI yang mampu menghasilkan komposisi baru. Semua itu bekerja dengan teknologi transformer, GAN, dan diffusion models yang mempelajari jutaan data lalu menyusunnya kembali menjadi output orisinal.
Dengan kemampuan multimodal, menggabungkan teks, suara, dan gambar GenAI bukan hanya milik dunia teknologi, tapi juga hadir di ruang kelas, kantor, hingga studio kreatif. Inilah alasan kenapa GenAI disebut sebagai revolusi baru, bukan sekadar evolusi dari AI yang kita kenal sebelumnya.
2. Mengapa GenAI Penting di Era Data 2025?
Di tahun 2025, GenAI menempati posisi unik: bukan sekadar teknologi, tapi keterampilan yang menentukan daya saing seseorang. Data dari Coursera Global Skills Report (2025) menunjukkan kursus terkait GenAI tumbuh 866% secara global hanya dalam setahun angka yang mencengangkan dan menandakan betapa besar minat dunia pada keterampilan ini.
Di Indonesia, antusiasmenya bahkan lebih tinggi. Pertumbuhan pembelajar GenAI naik 237% dibanding tahun sebelumnya, melampaui rata-rata Asia Pasifik. Angka ini membuktikan bahwa masyarakat Indonesia, khususnya generasi muda, tidak ingin ketinggalan momentum digital ini. Menurut laporan McKinsey (2025), perusahaan yang mengintegrasikan GenAI ke dalam operasi mereka mampu meningkatkan produktivitas hingga 30%. Tidak heran jika lowongan pekerjaan dengan syarat skill GenAI melonjak drastis, dari ratusan menjadi hampir 10.000 posisi pada pertengahan 2025 (Lightcast, 2025).
Uniknya, keterampilan GenAI tidak hanya dibutuhkan di bidang IT. Perusahaan kini mencari product manager, arsitek, analis bisnis, hingga marketer yang paham cara menggunakan GenAI untuk riset, strategi, dan komunikasi. Dengan kata lain, GenAI bukan lagi “bonus skill”, ia sudah berubah menjadi skill inti yang menentukan masa depan karier.
Baca juga: Machine Learning Specialist, Karir Hot Sampai 2025
3. Bagaimana Cara Mengenali dan Menguasai GenAI?
Belajar GenAI tidak selalu berarti harus jadi data scientist atau programmer handal. Siapa pun bisa mulai dengan langkah sederhana yang relevan dengan kebutuhan mereka. Pertama, pahami konsep dasarnya. Apa itu prompt engineering? Bagaimana model AI “belajar” dari data? Mengerti cara kerja di balik layar akan membantu seseorang memanfaatkan GenAI dengan lebih bijak. Misalnya, mahasiswa bisa belajar bagaimana prompt yang baik dapat menghasilkan jawaban yang akurat, sedangkan pekerja kreatif bisa memahami bagaimana bias dalam dataset dapat memengaruhi desain visual yang dihasilkan.
Kedua, praktikkan lewat platform yang tersedia. Kursus online seperti Coursera, Google Cloud Skills Boost, hingga IBM GenAI Applications menyediakan sandbox interaktif. Banyak juga sumber daya gratis dari komunitas open-source seperti Hugging Face yang bisa jadi pintu masuk.
Ketiga, kombinasikan dengan skill lain. GenAI paling efektif bila digabungkan dengan kemampuan komunikasi, critical thinking, dan domain knowledge. Seorang analis data yang menguasai GenAI bisa menganalisis tren pasar lebih cepat, sementara seorang guru bisa menciptakan materi pembelajaran personalisasi untuk murid.
Terakhir, bangun portofolio nyata. Proyek kecil seperti membuat chatbot kampus, mengembangkan konten kreatif dengan bahasa lokal, atau membuat aplikasi data sederhana dengan GenAI bisa jadi bukti keterampilan. Portofolio ini tidak hanya memperkuat CV, tapi juga menunjukkan kemampuan adaptasi, hal yang kini sangat dihargai oleh perekrut.
Baca juga: Bootcamp Machine Learning & AI for Beginner
4. Catatan yang Perlu Diperhatikan
Meski menjanjikan, mengenal GenAI juga berarti memahami sisi gelapnya. Pertama, risiko etika dan privasi. Deepfake, misinformation, dan bias data bisa muncul jika GenAI digunakan tanpa pengawasan. Studi dari Stanford HAI (2025) menekankan pentingnya regulasi dan literasi digital agar masyarakat tidak terjebak dalam penggunaan AI yang berbahaya.
Kedua, jangan sampai GenAI jadi “tongkat penyangga” yang membuat kita malas berpikir. TechRadar (2025) menyebut fenomena “GenAI crutch” ketika tim hanya mengandalkan AI tanpa melatih kemampuan kritis mereka sendiri. GenAI seharusnya diposisikan sebagai co-pilot, bukan autopilot.
Ketiga, ada tantangan inklusi. Data dari Coursera menunjukkan hanya sekitar 28% peserta kursus GenAI di Indonesia adalah perempuan, padahal secara keseluruhan jumlah pelajar perempuan hampir setengah dari total pengguna. Artinya, masih ada kesenjangan gender yang perlu dijembatani dengan program inklusif.
Keempat, keterbatasan infrastruktur dan bahasa lokal. Model global sering kali tidak mengenali konteks bahasa Indonesia dengan baik, apalagi dialek daerah. Inilah peluang besar bagi talenta lokal untuk mengembangkan GenAI yang lebih relevan, adil, dan inklusif.
FAQ
Q: Apakah GenAI hanya untuk orang IT?
A: Tidak. GenAI kini dibutuhkan di banyak profesi non-teknis, mulai dari marketing, pendidikan, hukum, hingga HR. Kuncinya adalah bagaimana menggunakan GenAI untuk meningkatkan produktivitas dan kreativitas.
Q: Apa bedanya AI biasa dengan GenAI?
A: AI tradisional menganalisis data untuk memprediksi atau memberi rekomendasi. GenAI melangkah lebih jauh: ia bisa menciptakan sesuatu yang baru, teks, gambar, musik, bahkan kode yang sebelumnya tidak ada.
Q: Bagaimana cara mulai belajar GenAI dengan biaya terbatas?
A: Gunakan sumber gratis seperti Hugging Face, YouTube channel edukatif, dan komunitas AI. Banyak kursus online juga menawarkan beasiswa atau program gratis untuk mahasiswa dan job seeker.
Kamu juga bisa banget belajar dengan modul berkualitas dan tools sesuai kebutuhan industri dari dasar hingga advanced meskipun kamu nggak punya background IT, lho. Dilengkapi studi kasus yang membantu para pemula belajar memecahkan masalah secara langsung dari berbagai industri.
Tidak cuma itu, DQLab juga sudah menerapkan metode pembelajaran HERO (Hands-On, Experiential Learning & Outcome-based) yang dirancang ramah untuk pemula, dan telah terbukti mencetak talenta unggulan yang sukses berkarier di bidang data. Jadi, mau tunggu apa lagi? Yuk, segera persiapkan diri dengan modul premium atau kamu juga bisa mengikuti Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner sekarang juga!
Penulis: Lisya Zuliasyari
Postingan Terkait
Menangkan Kompetisi Bisnis dengan Machine Learning
Mulai Karier
sebagai Praktisi
Data Bersama
DQLab
Daftar sekarang dan ambil langkah
pertamamu untuk mengenal
Data Science.

Daftar Gratis & Mulai Belajar
Mulai perjalanan karier datamu bersama DQLab
Sudah punya akun? Kamu bisa Sign in disini
