Machine Learning: Kenali Overfitting dan Underfitting
Dalam dunia machine learning, kita sering menemui dua "musuh utama" yang dapat menjatuhkan performa model yakni overfitting dan underfitting. Bayangkan kamu sedang belajar untuk ujian. Kalau kamu terlalu fokus menghafal soal-soal latihan tanpa memahami konsepnya, kamu berisiko overfitting, yang artinya kamu hanya jago ketika latihan, tapi kesulitan saat dihadapkan dengan soal baru. Sebaliknya, kalau belajarnya terlalu santai, tidak paham konsep, dan malah lupa rumus, itu namanya underfitting. Bahkan di latihan pun kamu masih banyak salah.
Kedua kondisi ini muncul karena ketidakseimbangan antara kompleksitas model dan kemampuan generalisasi terhadap data. Idealnya, sebuah model harus cukup cerdas untuk mengenali pola penting dalam data training, tetapi juga cukup fleksibel untuk bisa membuat prediksi yang akurat terhadap data yang belum pernah dilihat sebelumnya.
Nah, dalam kali ini kita akan fokus ke salah satu masalah yang paling sering dijumpai oleh para data enthusiast dan praktisi data, yaitu overfitting. Hingga bagaimana cara mengatasinya dengan efektif. Yuk, langsung kita bahas selengkapnya!
1. Mengenal Overfitting dalam Machine Learning
Overfitting adalah kondisi di mana model terlalu "terlalu cocok" dengan data latihannya. Ia tidak hanya menangkap pola utama, tapi juga mempelajari noise atau data yang sebetulnya tidak relevan. Model yang overfit tampak sempurna pada data training, tapi saat diuji dengan data baru, performanya sering kali mengecewakan.
Bayangkan kamu melatih sebuah model prediksi harga rumah. Jika model terlalu rumit dan belajar bahwa rumah dengan pagar warna merah cenderung mahal (padahal itu kebetulan di data training), maka saat dihadapkan dengan rumah berpagar biru di dunia nyata, prediksinya bisa jadi meleset total. Inilah bentuk nyata dari overfitting: model yang terlihat pintar, tapi hanya di lingkup yang sangat terbatas.
Sebagai pembanding, underfitting terjadi saat model terlalu sederhana, hingga tidak mampu menangkap pola mendalam dalam data. Hasilnya, baik di data training maupun testing, performa model tetap buruk. Underfitting dan overfitting adalah dua sisi ekstrem yang harus kita hindari dalam proses pelatihan model.
2. Mengapa Overfitting Menjadi Masalah Serius dalam Pengembangan Model?
Dalam konteks dunia nyata, overfitting bisa sangat merugikan. Misalnya, perusahaan ingin membangun sistem prediksi churn pelanggan. Jika model overfit, ia bisa saja sangat akurat dalam memprediksi pelanggan lama, tapi gagal mengenali pola baru dari pelanggan yang berbeda karakteristiknya. Akibatnya, strategi bisnis pun bisa meleset.
Overfitting membuat model terlihat superior secara angka, tetapi inferior saat beraksi di lapangan. Dan yang paling mengkhawatirkan, overfitting kadang tidak langsung terlihat kecuali kita benar-benar melakukan evaluasi mendalam dengan data validasi yang tepat.
Jadi, memahami dan mengatasi overfitting bukan sekadar keahlian teknis. Ini adalah fondasi penting dalam membangun model yang bisa diandalkan untuk jangka panjang.
Baca juga: Mengenal NLP, Salah Satu Produk Machine Learning
3. Bagaimana Cara Mengatasi Overfitting dengan Efektif?
Untungnya, ada banyak cara untuk mengatasi overfitting. Dan kabar baiknya, tidak harus rumit. Salah satu teknik utama yang sering digunakan adalah regularisasi, yang berfungsi menekan kompleksitas model dengan memberikan penalti pada parameter yang terlalu besar. Dua metode populer adalah L1 (Lasso) dan L2 (Ridge) regularization, yang bekerja menyeimbangkan antara akurasi dan kesederhanaan.
Selanjutnya ada early stopping, yaitu menghentikan pelatihan model sebelum performanya mulai menurun di data validasi. Ini seperti tahu kapan harus berhenti belajar agar tidak overthinking.
Dalam ranah neural network, kita bisa menerapkan dropout, teknik yang secara acak “mematikan” sebagian neuron selama proses pelatihan. Ini membuat model tidak terlalu bergantung pada satu bagian dan belajar secara lebih menyeluruh.
Kita juga bisa menggunakan teknik cross-validation, yaitu membagi data ke dalam beberapa subset agar evaluasi model lebih representatif. Cross-validation membantu memastikan bahwa performa model tidak hanya bagus di satu subset data, tapi konsisten di semua bagian.
Kalau kamu punya keterbatasan data, jangan langsung menyerah. Teknik data augmentation bisa jadi solusi, terutama untuk data gambar atau teks. Misalnya, dalam computer vision, kita bisa membuat variasi gambar (rotasi, flip, pencahayaan) untuk menambah keberagaman data.
Baca juga: Bootcamp Machine Learning & AI for Beginner
4. Berbagai Kemungkinan yang Perlu Diperhatikan
Satu hal penting yang harus diingat bahwa semakin kompleks modelmu, semakin besar kemungkinan terjadi overfitting. Model seperti decision tree yang tidak dibatasi kedalamannya atau neural network dengan terlalu banyak layer bisa sangat rentan jika tidak diatur dengan benar. Oleh karena itu, penting untuk menyesuaikan kompleksitas model dengan jumlah dan kualitas data yang kamu miliki.
Selain itu, jangan abaikan pentingnya split data dengan benar. Gunakan training, validation, dan test set secara terpisah agar kamu bisa benar-benar melihat performa model di data yang tidak pernah dilihat sebelumnya.
Nah, yang tak kalah penting adalah jangan langsung percaya pada skor akurasi tinggi di awal. Kadang itu hanya ilusi yang ditimbulkan oleh overfitting. Evaluasi model harus dilakukan secara menyeluruh dengan berbagai metrik seperti precision, recall, F1-score, bahkan confusion matrix jika perlu.
FAQ
Q: Apa bedanya overfitting dan underfitting?
A: Overfitting terjadi saat model terlalu kompleks dan terlalu cocok dengan data training. Underfitting terjadi saat model terlalu sederhana sehingga gagal memahami data, bahkan di tahap pelatihan.
Q: Apakah overfitting hanya terjadi pada model deep learning?
A: Tidak. Model sederhana seperti decision tree, polynomial regression, atau bahkan linear regression bisa mengalami overfitting jika tidak diatur dengan baik.
Q: Bagaimana saya tahu model saya overfit?
A: Biasanya, akurasi training sangat tinggi tapi akurasi validasi/test justru rendah. Itu tanda bahwa modelmu hanya “pintar di kandang sendiri”.
Nah, jadi gimana? Kamu tertarik untuk mempelajari machine learning secara lebih dalam, serta menerapkannya untuk upgrade karir kamu? Yuk, segera Sign Up ke DQLab! Disini kamu bisa banget belajar dengan modul berkualitas dan tools sesuai kebutuhan industri dari dasar hingga advanced meskipun kamu nggak punya background IT, lho. Dilengkapi studi kasus yang membantu para pemula belajar memecahkan masalah secara langsung dari berbagai industri.
Tidak cuma itu, DQLab juga sudah menerapkan metode pembelajaran HERO (Hands-On, Experiential Learning & Outcome-based) yang dirancang ramah untuk pemula, dan telah terbukti mencetak talenta unggulan yang sukses berkarier di bidang data. Jadi, mau tunggu apa lagi? Yuk, segera persiapkan diri dengan modul premium atau kamu juga bisa mengikuti Bootcamp Machine Learning and AI for Beginner sekarang juga!
Penulis: Lisya Zuliasyari
Postingan Terkait
Menangkan Kompetisi Bisnis dengan Machine Learning
Mulai Karier
sebagai Praktisi
Data Bersama
DQLab
Daftar sekarang dan ambil langkah
pertamamu untuk mengenal
Data Science.

Daftar Gratis & Mulai Belajar
Mulai perjalanan karier datamu bersama DQLab
Sudah punya akun? Kamu bisa Sign in disini
